
"Pernyataan KPU dan Bawaslu tersebut perlu dikritisi dan dikoreksi mengingat pernyataan tersebut lahir karena kekurangcermatan dan kekurang hati-hatian dalam membaca ketentuan Pasal 280 ayat (1) UU Pemilu, termasuk tidak menjadikan penjelasan Pasal 280 ayat (1) sebagai dasar," kata Kordinator Koalisi Akademisi Untuk Pemilu Partisipatif, Bayu Dwi Anggono kepada detikcom, Rabu (24/10/2018).
Pasal 280 ayat (1) huruf h UU Pemilu berbunyi:
Pelaksana, Peserta, dan tim kampanye pemilu dilarang menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan.
Sementara Penjelasan Pasal 280 ayat (1) huruf h UU Pemilu berbunyi:
Fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan dapat digunakan jika Peserta Pemilu hadir tanpa atribut Kampanye Pemilu atas undangan dari pihak penanggung jawab fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan.
"Maka perguruan tinggi (kampus) jelas tidak terlarang sebagai tempat penyelenggaraan kampanye sepanjang memenuhi persyaratan," ujar ahli hukum tata negara Universitas Jember itu.
Persyaratan itu yaitu pertama, kampanye dapat dilaksanakan di perguruan tinggi jika yang mengundang adalah dari pihak penanggung jawab perguruan tinggi seperti rektor. Sepanjang peserta pemilu yang hadir tidak membawa atribur kampanye seperti bendera, kaos dan atribut lainnya.
"Kedua kampanye dapat dilaksanakan di perguruan tinggi jika inisiatif untuk melaksanakan kampanye di kampus adalah dari penyelenggara pemilu (KPU)," ujarnya.
Larangan dalam Pasal 280 ayat (1) huruf h secara jelas ditujukan kepada pelaksana, peserta dan tim kampanye. Dengan demikian larangan penggunaan perguruan tinggi sebagai tempat kampanye berlaku jika pemrakarsa/penyelenggara kampanye adalah pelaksana, peserta dan tim kampanye.
"Padahal khusus untuk debat Capres dan Cawapres sebagai salah satu metode kampanye sesuai dengan Pasal 275 ayat (2) dan Pasal 277 ayat (2) UU Pemilu secara jelas disebutkan difasilitasi dan diselenggarakan oleh KPU dan bukan oleh pelaksana atau tim kampanye," paparnya.
Secara sosiologis, pelaksanaan kampanye di kampus juga membawa manfaat bagi demokrasi. Sesuai Pasal 6 UU Nomor 12 Tahun 2012 tentang Perguruan Tinggi, prinsip perguruan tinggi adalah pencarian kebenaran ilmiah oleh sivitas akademika dan pembudayaan dan pemberdayaan bangsa yang berlangsung sepanjang hayat.
"Melalui kampanye di kampus maka sivitas akademika baik dosen maupun mahasiswa dapat untuk menemukan kebenaran ilmiah atas berbagai visi misi dan program dari pasangan calon," ucapnya.
Hal ini pada akhirnya menyebabkan kalangan perguruan tinggi bisa berpartisipasi dalam pemberdayaan bangsa melalui fungsi kontrol akademik atas berbagai visi, misi dan program para calon dalam pemilu. Dampak lanjutannya adalah para pemilih dalam Pemilu akan mendapat manfaat karena akan mendapat referensi yang cukup perihal kebenaran ilmiah program kerja calon yang mereka akan pilih dalam pemilu.
"Terhadap kekhawatiran bahwa perguruan tinggi akan menjadi tidak netral maka hal tersebut bisa diantisipasi dengan menyerahkan kepada penyelenggara pemilu (KPU) untuk membuat pengaturan teknis yang secara ketat mencegah hal tersebut," pungkasnya.
(asp/rvk)
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Soal Kampanye di Kampus, Begini Aturannya Secara Yuridis"
Post a Comment