Pernahkah Anda membayangkan, orang terdekat yang mungkin kakak, adik, saudara, bahkan anak, (di)hilang(kan) dan tak pernah kembali lagi?
Jika masih hidup, ada di mana? Jika memang telah meninggal, di mana dikuburkan? Adakah yang lebih menyedihkan dari menunggu sesuatu tanpa kepastian?
Suasana haru itu yang menyelimuti ratusan peserta, beserta para penulis buku, saksi hidup, juga orang tua, yang membahas sebuah film berjudul Laut Bercerita, Selasa (13/3/2018).
Film dokumenter berdurasi 30 menit itu berkisah tentang tokoh bernama Biru Laut, aktivis mahasiswa yang mati sebelumnya disiksa berbulan-bulan dan ditenggelamkan ke dasar laut.
Laut Bercerita diproduksi untuk mendampingi novel dengan judul yang sama karya Leila S Chudori. Film yang dibintangi Reza Rahadian, Dian Sastrowardoyo, Ayushita Nugraha itu didiskusikan di FISIP Universitas Airlangga dan bukunya dibedah di FIB Universitas Airlangga.
Leila mengaku, kampus itu bersinggungan sejarah dengan novel yang ia tulis, yaitu Bimo Petrus Anugrah dan Herman Hendrawan, aktivis mahasiswa dari FISIP yang hilang.
Novel itu ditulis hampir 10 tahun lamanya. Dalam risetnya, mulanya Leila melakukan in-depth interview terhadap Nezar Patria, salah satu aktivis yang sempat diculik dan disiksa, hingga kemudian dibebaskan.
Leila juga mengunjungi Blangguan, Situbondo, dan hamparan tanaman jagung agar bisa membayangkan bagaimana perjuangan kelompok mahasiswa membela petani yang lahannya akan digunakan sebagai lapangan latihan militer.
Laut Bercerita adalah novel Leila setelah Pulang, yang juga mengisahkan tragedi pilu dengan latar peristiwa 1965. Penulis yang menghasilkan banyak cerpen dan novel itu menuturkan, setiap penulis harusnya selalu menekankan kemanusiaan dalam setiap karya-karya mereka.
Sementara dalam film, Laut Bercerita cukup bisa divisualisasikan dengan apik hingga merasuk ke dalam emosi penonton. Tak sedikit peserta dalam diskusi menitikan air mata dalam beberapa scene yang haru.
Pernyataan D Utomo Rahardjo, ayah Bimo Petrus, di hadapan ratusan mahasiswa dan para pembicara mengharukan.
“Pada 31 Maret nanti genap 20 tahun saya berjuang malang melintang bolak-balik Malang, Surabaya, Jakarta, untuk mencari keadilan di negeri ini. Saya tidak berharap Anda menjadi Bimo Petrus atau Herman, tetapi paling tidak, mahasiswa tahu di kampus ini ada anak-anak yang berani melawan arus dan memperjuangkan hak-hak dari mereka yang terpinggirkan," kata Utomo yang diikuti riuh tepuk tangan seisi ruangan.
Ke-13 aktivis sampai sekarang tidak kembali. Belum ada penjelasan dari pemerintah terkait hilangnya mereka. Namun, dengan membaca dan menonton Laut Bercerita, paling tidak ada gambaran tentang peristiwa 1998 itu.
Kini, perjuangan mungkin bukan lagi untuk melawan Orde Baru. Perjuangan para pemuda kini adalah memperjuangkan cita-cita sesuai passion yang ia miliki. Pengajar, penulis, pejuang HAM, apapun, berjuang dalam koridornya untuk perbaikan bersama bangsa ini.
Binti Q Masruroh
Alumnus Sastra Indonesia Universitas Airlangga
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Ingat, Ada Mahasiswa Pemberani di Kampus Ini yang Hilang"
Post a Comment